Wednesday, January 4, 2012

DEFINISI SANAD

 
A.                DEFINISI SANAD

“Sanad” adalah bahasa arab yang berasal dari kata dasar sanada, yasnudu (يسند سند), artinya: “sandaran” atau “tempat bersandar” atau “ tempat berpegang” atau berarti “yang dipercaya” atau "yang sah”, sebab hadits itu selalu bersandar padanya dan dipegangi atas kebenarannya.[1]

Sedang menurut istilah ialah:
السند هو سلسلة الرجال الموصولة للمتن
Sanad ialah silsilah matarantai orang-orang yang menghubungkan kepada matan hadits.[2]
الأخبار عن طريق المتن
“pemberitaan tentang jalan (yang dilalui) matan”[3]
السند هو سلسلة الرواة الذين نقلوا المتن عن صدره الأول
Sanad  ialah matarantai para perawi yang memindahkan hadits dari sumbernya yang pertama.[4]

Adapun definisi sanad menurut buku yang disusun oleh Drs. H. Mudasir yaitu: Kata sanad menurut bahasa adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena setiap hadits selalu bersandar kepadanya. Adapun tentang arti sanad menurut istilah, terdapat rumusan pengertian. Al-Badru bin Jamaah dan At-Tiby mengatakan bahwa sanad adalah:
الأخبار عن طريق المتن
Artinya:
“Berita tentang jalan matan”

Sebagaimana ulama ada yang mendefinisikan:
سلسلة الرجال الموصلة للمتن        
Artinya:
“Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadits), yang menyampaikannya pada matan hadits”.

Ada juga ulama yang mendefinisikan:
سلسلة الرواة الذين نقلوا المتن عن مصدره الأول
Artinya:
“Silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama”.

Dari definisi di atas, maka yang dimaksud dengan istilah”silsilah orang” ialah susunan atau rangkaian matarantai orang-orang yang menyampaikan materi hadits tersebut, mulai dari yang disebut pertama sampai kepada Rasulullah Saw., dimana semua perbuatan, ucapan, pengakuan dan lainnya merupakan suatu materi atau matan hadits.[5]
Oleh sebab itu, yang dinamakan sanad hanyalah yang berlaku pada sederetan matarantai orang-orang, bukan dari sudut pribadi secara perorangan, sebab sebutan untuk perorangan yang menyampaikan hadits adalah perawi atau rawi.[6]
               
B.                 CONTOH APLIKASI MATARANTAI SANAD

Hadits riwayat Muslim dari Anas, Nabi Saw. bersabda:

حدثنا إسحق بن إبراهيم و محمد بن يحي بن أبي عم و محمد بن بشار جميعا عن الثقفي قال ابن عمر حدثنا عبد الوهاب عن أيوب عن أبي قلابة عن أنس عن النبي صلي الله عليه و سلم قال : ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان من كان الله و رسوله أحب إليه مما سواهما و أن يحب المرء لا يحبه إلا لله و أن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار (رواه مسلم)
Artinya:
“Ishaq bin Ibrahim, Muhammad bin Yahya bin Abi ‘Umar dan Muhammad bin Basyar semuanya berasal dari al-Tsaqafi, katanya Ibnu abi ‘Umar berkata, Abdul Wahab menceritakan kepadaku dari Ayyub dari Abi Qilabah dari Anas dari Nabi Saw. sabdanya: “tiga perkara yang siapa saja mengamalkannya niscaya mendapatkan kelezatan iman, yaitu Allah dan Rasul-Nya hendaknya lebih dicintai dari pada selainnya kedua: kecintaannya kepada seseorang tidak lain karena Allah semata dan ketiga keengganannya kembali kepada kekufuran seperti keengganannya dicampakkan ke neraka”. (Hadits riwayat Muslim)

Penjelasan

Hadits ini diterima oleh Muslim melalui sanad-I, yaitu Ishaq bin Ibrahim, Muhammad bin Yahya bin ‘Umar dan Muhammad bin Basyar sebagai sanad ke –II (ketiga-tiganya berasal) dari Abdul wahhab al- Tsaqafiy, sanad ke III, dari Ayyub, sebagai sanad ke-IV, dari Abi Qilabah sebagai sanad ke-V, dari Anas sebagai sanad ke VI atau sanad terakhir, yaitu Anas ra, seorang sahabat yang menerima langsung dari Nabi Saw. Dalam hal ini dapat juga dikatakan bahwa sabda Nabi tersebut disampaikan oleh Anas sebagai perawi pertama, kepada Abi Qilabah sebagai perawi ke-2, kepada Ayyub sebagai perawi ke-3, kemudian kepada Abdul Wahhab al-Tsaqafiy sebagai perawi ke-4, lalu kepada tiga orang sebagai perawi ke-5, yaitu Ishaq bin Ibrahim, Muhammad bin Yahya bin Abi ‘umar dan Muhammad bin Basyr, kemudian ketiga-tiganya menyampaikan kepada Imam Muslim sebagai perawi terakhir atau mukharrij / mudawwin.
Dengan demikian posisi imam Muslim dalam periwayatan Hadits tersebut menjadi sanad pertama dan perawi terakhir bagi kita.
















DAFTAR PUSTAKA


Zein, Muhammad Ma’shum, M.A., Drs, Ulumul Hadits & Musthalah Hadist, Departemen Agama RI, Jakarta: 2007
Mudasir, H. Drs, Ilmu Hadis, CV PUSTAKA SETIA, Bandung: 1999
‘Ulumul Hadits, Juz I, Departemen Agama, Jakarta: 1997
Ahmad, Muhammad, H. Drs dam Mudzakkir. M. Drs. Ulumul Hadits, CV. PUSTAKA SETIA, Bandung: 200







[1] Thahan, Tasyiir Mushtalahul Hadist, hal: 16. atau Ibnu Mundzir,  Lisan Al’arabi, Juz: VII,       hal: 85
[2] Thahan, Tasyiir Mushtalahul Hadist.
[3] al-Suyuthi, A, Jilid: I,  hal: 41. Dari pengertian tersebut, imam Jama’ah berpendapat bahwa sanad  itu adakalanya  bermakna “gunung” lantaran orang yang menerangkan sanad  bagaikan mengangkat sesuatu dari  lembah sampai ke puncak gunung. Maksudnya sanad  itu akan dapat mengantarkan perawi sampai kepada yang mengatakannya, sebagaimana kata mereka: fulan adalah sanad, maksudnya orang yang dipegangi perkataannya sampai kepada sumber berita pertama, yaitu Nabi Saw. Lihat: al-Suyuthiy, Tadrib Al-Rawiy Syakh Taqrib Al-Nawawy, hal: 26 atau ‘Umar Ibnu Muhammad ibnu Futah al-Baikuniy al-Dimasyki (Kairo, Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1368/1949), hal: 9 atau Abdullah Husain al-‘Adawi, Hasyiyah Luqth al-Durar, (Kairo, Maktabah Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1386 H/1938 M), hal: 4 atau Ajjaj, Ushul Al-Hadist,Ulumuhu Wa Mushtalahuhu, hal: 32
[4] al-Ajjaj,  Ushul Al-Hadist,Ulumuhu Wa Mushtalahuhu, hal: 32.
[5] al-Suyuthi, Tadrib Al-Rawiy Syakh Taqrib Al-Nawawy. atau al-Zarqani, Muhammad, Syarkh al-Zarqoniy ‘Ala al-Baiquniy, (Kairo, Maktabah Mushthafa al-Babiy al-Halabiy, 194 ), hal: 9
[6] Utang  Anuwijaya, Ilmu Hadits, (Jakarta, PT. Gaya Media Pratama, Cet. I, 1996 ), Hal 92. Dari sinilah, “sanad” dijadikan sebagai objek penelitian ulang (takhrij) hadits, mengingat ia memiliki nilai yang  sangat penting dalam periwayatan hadits, sehingga dapat ditentukan  status shahih, hasan atau dha’ifnya, akibatnya kemurnian ajaran  islam dapat terjaga dengan baik, sebagaimana yang diungkapkan oleh para  muhaddits, seperti:
1). Sufyan al-Tsauri menegaskan:
  فإذا لم يكن معه سلاح فبأي شئ يقاتل الأسناد من سلاح المؤمن
                                (sanad  laksana senjata bagi orang mu’min, jika tidak ada senjata bersamanya, maka dengan apa ia berperang menghadapi musuhnya). Lihat: al-Ajjaj, al-Sunnah Qabla al-Tadwin, Beirut, Libanon, Dar al-Fikr al-‘Arabiyyah, 1990. Hal 223.
2). Abdullah bin Mubarak berkomentar:
الأسناد من الدين ولو لا الأسناد لقال من شاء ما شاء
Sanad adalah bagian dari pada Agama, seandainya sanad tidak ada, siapa saja dapat
mengatakan apa saja (tentang agama) . Lihat: Muslim, Shahih Muslim, hal: 9 atau Al-Nabawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf, Shahih Muslim Bi Syarh al-Nawawi,

2 comments:

  1. http://brillyelrasheed.blogspot.com/2012/05/sanad-kekayaan-intelektual-peradaban.html

    ReplyDelete