PEMBAGIAN HADIST
A. PENDAHULUAN
HADIST DITINJAU DARI SEGI KUANTITASNYA
Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadist, ditinjau dari segi kuantitas atau jumlah rawi yang menjadi sumber berita ini. Di antara mereka ada yang mengelompokkan menjadi 3 bagian , yakni Hadist Mutawatir , Masyhur , dan Ahad. Dan ada juga yang membaginya hanya menjadi dua, yakni Hadist Mutawatir dan Ahad.
1. Hadist Mutawatir
Pengertian Hadist Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang berikut dengan kita , atau yang beriring-iringan antara satu dengan yang lainnya dengan tidak ada jaraknya.
Sedangkan pengertian hadist Mutawatir menurut istilah, terdapat formulasi definisi, antara lain :
§ " Hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang besar yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dulu berdusta".
§ " Hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang besar yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dulu berdusta. Sejak awal sanad sampain akhir sanad, pada setiap tingkat (tabaqat)".
§ Menurut Nur ad-Din 'Atar mendefinisikan :
" Hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang besar yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan panca indra".
§ Menurut Hasbi as-Siddiqi mendefinisikan :
" Hadist yang diriwayatkan berdasarkan pengamatan panca indra oleh orang banyak yang jumlahnya menurut adat kebiasaan mustahil untuk berbuat dusta".
Syarat-syarat Hadist Mutawatir
Mengenai syarat-syarat Hadist Mutawatir ini, antara ulama Mutaqaddimin dan Mutaakhirin terdapat perbedaan pendapat.
Menurut Ulama Mutaqaddimin :
Mereka tidak membicarakan syarat bagi Hadist Mutawatir. Menurut mereka, khabar mutawatir yang sedemikian sifatnya, tidak termasuk ke dalam pembahasan ilmu isnad al-Hadist,sebab ilmu ini membicarakan tentang sahih atau tidaknya suatu hadist, diamalkan atau tidak, dan juga membicarakan adil dan tidaknya rawi, sementara dalam Hadist Mutawatir tidak dibicarakan masalah tersebut. Bila sudah diketahui status suatu hadist sebagai hadist mutawatir, maka wajib diyakini kebenarannya, diamalkan kandungannya, dan tidak boleh ada keraguan, serta kafir orang yang mengingkarinya, sekalipun diantara perawinya adalah orang kafir.
Menurut Ulama Mutaakhirin :
Suatu hadist dapat ditetapkan sebagai Hadist Mutawatir, bila memenuhi syarat-syarat ssebagai berikut :
a. Diriwayatkan oleh Sejumlah Besar Perawi.
Mengenai masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak menentukan jumlah tertentu. Menurut ulama yang tidak menyaratkan jumlah tertentu, yang penting dengan jumlah itu, menurut adat, dapat memberikan keyakinan terhadap apa yang diberitakan dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta. Sedangkan menurut ulama yang menetapkan jumlah tertentu, mereka masih berselisih mengenai jumlah tertentu itu.
§ Al-Qadi al-Baqilani menetapkan bahwa jumlah perawi Hadist Mutawatir minimal 5 orang, mengqiyaskan dengan jumlah Nabi yang mendapat gelar Ulul 'azmi.
§ Astikhari menetapkan yang paling baik minimal 10 orang, sebab jumlah 10 itu merupakan awal bilangan banyak.
§ Ulama lain menentukan 12 orang, berdasarkan firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 12:
… $uZ÷Wyèt/ur ÞOßg÷YÏB óÓo_øO$# uŽ|³tã $Y7‹É)tR ( ...
…dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin …
§ Sebagian Ulama lagi menentukan 20 orang, sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Anfal ayat 65:
... bÎ) `ä3tƒ öNä3ZÏiB tbrçŽô³Ïã tbrçŽÉ9»|¹ (#qç7Î=øótƒ Èû÷ütGs�($ÏB 4 …
… jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh … .
§ Ada juga yang mengatakan 40 orang, berdasarkan firman Allah dalam surah al-Anfal 64:
$pkš‰r'¯»tƒ �ÓÉ<¨Z9$# š�ç7ó¡ym ª!$# Ç`tBur y7yèt7¨?$# z`ÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÏÍÈ
" Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu".
§ Saat ayat ini diturunkan jumlah ummat islam baru mencapai 40 orang. Hal ini disesuaikan dengan hadist riwayat at-Tabrany dan Ibn Abi Hatim dari Ibn 'Abbas, ia berkata : " Telah masuk islam bersama Rasulullah sebanyak 33 laki-laki dan 6 orang perempuan, Kemudian 'Umar masuk islam, maka jadilah 40 orang masuk islam.
§ Ada juga yang berpendapat 70 orang, sesuai dengan firman Allah dalam surah al-A'raf ayat 155 :
u‘$tG÷z$#ur 4Óy›qãB ¼çmtBöqs% tûüÏèö7y™ Wxã_u‘ $oYÏG»s)‹ÏJÏj9 ( …
" Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan..
Penentuan jumlah-jumlah tertentu sebagaimana disebutkan di atas, sebetulnya bukan merupakan hal yang prinsip, sebab persoalan pokok yang dijadikan ukuran untuk menetapkan sedikit atau banyaknya jumlah Hadist Mutawatir tersebut bukan terbatas pada jumlah, tetapi diukur pada tercapainya 'ilmu Daruri. Sekalipun jumlah perawinya tidak banyak, asalkan telah memberikan keyakinan bahwa beritayang mereka sampikan itu benar, sudah dapat dimasukkan sebagai Hadist Mutawatir.
b. Adanya Keseimbangan Antar Perawi Pada Tabaqat (Lapisan)
Pertama dengan Tabaqat Berikutnya.
Jumlah perawi Hadist Mutawatir, antara tabaqat dengan tabaqat lainnya harus seimbang. Dengan demikian, bila suatu hadist diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian diterima oleh 10 Tabi'in, dan selanjutnya hanya diterima oleh 5 Tabi'in, maka tidak dapat digolongkan sebagai Hadist Mutawatir, sebab jumlah perawinya tidak seimbang antara tabaqat pertama dengan tabaqat-tabaqat seterusnya.
c. Berdasarkan Tanggapan pancaindra
Artinya bahwa berita yang mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri. Oleh karena itu, bila berita itu merupakan hasil renungan, pemikiran atau rangkuman dari suatu peristiwa lain ataupun hasil istimbat dari dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan Hadist Mutawatir.[1]
2. Khabar Ahad
· Pengertian Khabar Ahad
Secara pengertian ahad di ambil dari bahasa arab yaitu wahid, bentuk jama’nya adalah ahad yang berarti satu. Sedangkan khabar sebagaimana yang telah di ketahui yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW baik perkataan, perbuatan, taqrir, sifat, dan cita-cita. Sedangkan menurut terminologi ialah hadist yang tidak memenuhi syarat-syarat tertentu untuk mencapai tingkat mutawatir.
· Hukum, Faedah dan Bagian Khabar Ahad
a) Hukum khabar ahad
Khabar ahad berfaedah ilmu nazori artinya ilmu yang tertuju pada
peninjauan dan pengambilan dalil.
peninjauan dan pengambilan dalil.
b) Bagian khabar ahad yang di tinjau dari beberapa macam sumbernya.
Khabar ahad di bagi menjadi tiga macam sumber ;
Khabar ahad di bagi menjadi tiga macam sumber ;
· Hadist masyhur
· Hadist ‘aziz
· Hadist ghorib
Ketiga macam hadist ini merupakan sumber munculnya hadist/khabar Ahad. Yang kami akan jelaskan pengertiannya salah satu dari macam-macam tersebut.
ý Hadist Masyhur
Secara etimology kata masyhur di ambil dari isim maf’ul (kata objek) yang bermaknakan " Di ". namun secara terminologi apabila kita sandarkan dengan pengertian hadist ialah hadist yang di riwayatkan (masyurkan) oleh tiga orang perawi hadist atau lebih. Hadist masyhur juga di namai dengan almusthafid, karena tersebarnya hadist tersebut dalam jumlah yang cukup banyak. Contohnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam :
“Muslim sejati adalah muslim yang saudaranya terbebas dari gangguan lisan dan tangannya”.
ý Hadits ‘Aziz
Hadits yang diriwayatkan oleh dua rawi saja dimasing-masing tingkatan. Contohnya perkataaan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam :
“Tidak sempurna iman kalian hingga Aku lebih dia cintai dari orang tua, anaknya bahkan manusia seluruhnya.”
ý Hadits Ghorib
Hadits yang diriwayatkan oleh satu orang saja. Contohnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu hanyalah dinilai bila disertai dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh sesuai apa yang diniatkannya…(hingga akhir hadits)” (HR. Bukhori dan Muslim).
Hadits ini dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khotob rodhiallahu ‘anhu dan yang meriwayatkan dari Umar hanya ‘Alqomah ibn Abi Waqosh dan yang meriwayatkan dari ‘Alqomah hanya Muhammad ibn ibrohim Attaimi, dan yang meriwayatkan dari Muhammad hanya Yahya ibn Sa’id al Anshori. Kesemuanya adalah tabi’in, kemudian diriwayatkan dari Yahya oleh banyak orang.[2]
MENILAI KUALITAS HADITS SHAHIH, HASAN DAN DHA’IF
A. PENDAHULUAN
Hadits, oleh umat Islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran Islam sesudah Al-Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu , hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.
Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadist Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil ). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.
Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.
B. HADITS SHAHIH, HASAN, DHA’IF (KLASIFIKASI, CONTOH
DAN ANALISIS)
1. HADITS SHAHIH
a. Pengertian Hadits Shahih
“Hadis shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabit sampai akhir sanadnya, tidak terdapat kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat).
b. Syarat-Syarat Hadits Shahih
1) Sanadnya Bersambung
Setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima hadits langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya.[4]
Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi yang dha’if, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.[5]
2) Perawinya Adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.[6]
3) Perawinya Dhabith
Dhabit artinya cukup kuat hapalannya. Seorang perawi dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Adapun tsiqat artinya dapat dipercaya.
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.[7]
4) Tidak Syadz
Syadz ( janggal / rancu ) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz.Maka timbullah penilaian negatif terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.[8]
5) Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak ber’illat, ialah hadits yang di dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan.
‘Illat hadis dapat terjadi baik pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad.[9]
c. Klasifikasi Hadits Shahih
1. Hadits Shahih li-Dzatihi
Hadits Shahih li-Dzatihi adalah suatu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, dhabith yang sempurna, serta tidak ada syadz dan ‘Illat yang tercela.[10]
2. Hadits Shahih li-Ghairihi
Adalah hadits yang belum mencapai kualitas shahih, misalnya hanya berkualitas hasan li-dazatihi , lalu ada petunjuk atau dalil lain yang menguatkannya , maka hadits tersebut meningkat menjadi hadits shahih li-ghairihi. Ulama hadits mendefinisikan hadits shahih li-ghairihi.
هو ماكان رواته متأخراعن درجة الحا فظ الضا بط مع كونه مشهورا بالصدق حتى
يكون حديثه حسنا ثم وجد فيه من طريق اخر مساو لطريقه أوارجح ما يجبر
ذالك القصورالواقع فيه.
“Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau mutabi’. Hadits ini semula merupakan hadits hasan, karena adanya mutabi’ dan syahid, maka kedudukannya berubah menjadi shahih li-Ghairihi.”
2. HADITS HASAN
a. Pengertian Hadits Hasan
Hadits hasan ialah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh seorang yang adil tetapi kurang dhabit , tidak terdapat di dalamnya suatu kejanggalan (syadz) dan tidak juga terdapat cacat (‘Illat). Sehingga pengertian hadits hasan oleh para ulama mutahaddisin didefinisikan sebagai berikut:
مالايكون في اسناده من يتهم بالكدب ولا يكون شاذا ويروى من غير وجه نحوه
فى المعنى
“ialah hadits yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.[11]
b. Klasifikasi Hadits Hasan
1. Hadits Hasan li-Dzatih
Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.[12]
2. Hadits Hasan li-Ghairih
Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu banyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits,kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya. Jumhur ulama muhaddisin memberikan definisi tentang hadist hasan li-Ghairihi sebagai berikut:
مالايخلوإسناده من مستور لم تتحقق أهليته وليس مغفلا. كثير الخطاء ولاظهر
منه سبب مفسق, ويكون متن الحديث معروفا برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر
Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Hadist hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dha’if. [13]
3. HADITS DHA’IF
a. Pengertian Hadits Dha’if
الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح
ولا صفات الحديث
“hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dha’if yang sangat lemah.[14] Karena kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.[15]
b. Klasifikasi Hadits Dha’if
1. Dha’if karena tidak bersambung sanadnya
a. Hadits Munqathi
Hadits yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih , atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal.
b. Hadits Mu’allaq
Hadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih dari awal sanadnya secara berturut-turut.
c. Hadits Mursal
Hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasul saw.
1). Mursal al-Jali
Hadits yang tidak disebutkannya (gugur) nama sahabat dilakukan oleh tabi’in besar.
2). Mursal al-Khafi
Pengguguran nama sahabat dilakukan oleh tabi’in yang masih kecil. Hal ini terjadi karena hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in tersebut meskipun ia hidup sezaman dengan sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadits.
d. Hadits Mu’dhal
Hadits yang gugur rawinya, dua orang atau lebih, berturut-turut, baik sahabat bersama tabi'i, tabi'i bersama tabi' al-tabi'in maupun dua orang sebelum shahabiy dan tabi'iy.
e. Hadits Mudallas
Yaitu hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadits itu tidak terdapat cacat.[16]
2. Dha’if karena tiadanya syarat adil
a. Hadits al-Maudhu’
Hadits yang dibuat-buat oleh seorang ( pendusta ) yang ciptaannya dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.
b. Hadits Matruk dan Hadits Munkar
Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta (terhadap hadits yang diriwayatkannya), atau tampak kefasikannya, baik pada perbuatan ataupun perkataannya, atau orang yang banyak lupa maupun ragu.
3. Dha’if karena tiadanya Dhabit
a. Hadits Mudraj
Hadits yang menampilkan ( redaksi ) tambahan, padahal bukan (bagian dari) hadits
b. Hadits Maqlub
Hadits yang lafaz matannya terukur pada salah seorang perawi, atau sanadnya. Kemudian didahulukan pada penyebutannya , yang seharusnya disebutkan belakangan , atau mengakhirkan penyebutan, yang seharusnya didahulukan, atau dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.
c. Hadits Mudhtharib
Hadits yang diriwayatkan dengan bentuk yang berbeda padahal dari satu perawi dua atau lebih, atau dari dua perawi atau lebih yang berdekatan tidak bisa ditarjih.
d. Hadits Mushahhaf dan Muharraf
Hadits Mushahhaf yaitu hadits yang perbedaannya dengan hadits riwayat lain terjadi Karena perubahan titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah. Hadits Muharraf yaitu hadits yang perbedaannya terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.
4. Dha’if karena Kejanggalan dan kecacatan
a. Hadits Syadz
Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama.
b. Hadits Mu’allal
Hadits yang diketahui ‘Illatnya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan meskipun pada lahirnya tampak selamat dari cacat.
5. Dha’if dari segi matan
a. Hadits Mauquf
Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik sanadnya bersambung maupun terputus.
b. Hadits Maqthu
Hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain, hadits maqthu adalah perkataaan atau perbuatan tabi’in.
C. KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN DAN DHA’IF
1. Hadits yang berkualitas shahih, para ulama sepakat dapat dijadikan hujjah untuk masalah hukum dan lainnya.
2. Hadits hasan, Imam Bukhari dan Ibnul Araby, menolaknya sebagai dalil untuk menetapkan hukum, namun ulama lain seperti al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzainah, dapat menerimanya sebagai hujjah, dengan syarat apabila hadits hasan tersebut ternyata isinya bertentangan dengan hadits yang berkualitas shahih, maka yang diambil haruslah hadits yang berkualitas shahih.
3. Hadits dha’if, ada dua pendapat boleh atau tidaknya dijadikan sebagai hujjah. Pertama, Imam Bukhari, Muslim, Ibnu Hazm dan Abu Bakar Ibnul Araby menyatakan, hadits dha’if sama sekali tidak boleh diamalkan, atau dijadikan hujjah, baik untuk masalah yang berhubungan dengan hukum maupun untuk amaliyah. Kedua, Imam Ahmad Ibn Hambal, Abdur Rahman bin Mahdi dan Ibnu Hajar al-Asqalany menyatakan, bahwa hadits dha’if dapat dijadikan hujjah ( dalil) hanya untuk dasar keutamaan amal (Fadla’il amal) dengan syarat:
a. Para rawi yang meriwayatkan hadits itu tidak terlalu lemah
b. Masalah yang dikemukakan hadits itu mempunyai dasar pokok yang ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Hadits shahih
c. Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.
d. Kandungan hadits tersebut berkenaan dengan kisah, nasihat, keutamaan, dan sejenisnya, serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an, hukum halal dan haram
e. Kedha’ifan hadits yang bersangkutan tidak terlalu parah
f. Ada dalil lain (yang kuat atau memenuhi syarat) yang menjadi dasar pokok bagi hadits dha’if tersebut
g. Amal yang dilakukan tidak diniatkan atas dasar petunjuk dari hadits dha’if tersebut, tetapi diniatkan atas dasar kehati-hatian (ihtiyath)
A. Hadits Maqbul dan Permasalahannya
Pengertian
Maqbul menurut bahasa adalah yang diambil, yang diterima dan yang dibenarkan. Sedangkan menurut istilah ahli hadits, hadits maqbul ialah hadis yang telah sempurna syarat - syarat penerimaannya . Adapun syarat - syarat penerimaan hadits menjadi hadits yang maqbul berkaitan dengan sanad-nya yang tersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, dan dari segi matan yang tidak syadz dan tidak terdapat illat.[17]
Hadits maqbul ialah hadits yang dapat diterima sebagai hujjah. Jumhur ulama sepakat bahwa hadits Shohih dan hasan sebagai hujjah. Pada prinsipnya, baik hadits shohih maupun hadits hasan mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima (Maqbul). Walaupun rawi hadits hasan kurang hafalannya dibanding dengan rawi hadits shohih, tetapi rawi hadits hasan masih terkenal sebagai orang yang jujur dan dari pada melakukan dusta.
Klasifikasi Hadits Maqbul
Yang termasuk kedalam kategori hadits maqbul ialah :
Kedua macam hadits tersebut wajib diterima, namun demikian para muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua hadits yang maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan terdapat hadits-hadits yang telah dihapuskan hukumnya disebabkan datangnya hukum atau ketentuan lain yang juga ditetapkan oleh hadis Rasulullah SAW.
Maka dari itu, apabila ditinjau dari sifatnya. Maka hadits maqbul terbagi pula menjadi dua, yakni Hadits maqbul yang dapat diterima menjadi hujjah dan dapat pula diamalkan, inilah yang disebut dengan hadits maqbul ma’mulun bih. Disamping itu juga ada hadits maqbul yang tidak dapat diamalkan, yang disebut dengan hadits maqbul ghairu ma’mulin bih. Berikut ini adalah rincian dari masing-masing hadits tersebut yakni sebagai berikut :
Hadits Maqbul yang Ma’mul bih.
1) Hadits Muhkam
Al-Muhkam menurut bahasa artinya yang dikokohkan, atau yang diteguhkan. Yaitu hadits - hadits yang tidak mempunyai saingan dengan hadits yang lain, yang dapat mempengaruhi artinya. Dengan kata lain tidak ada hadits lain yang melawannya. Dikatakan muhkam ialah karena dapat dipakai sebagai hukum lantaran dapat diamalkan secara pasti, tanpa syubhat sedikit pun.
Kebanyakan hadits tergolong kepada jenis ini, sedangkan yang bertentangan jumlahnya sedikit.
2) Hadits Mukhtalif
Mukhtalif artinya adalah yang bertentangan atau yang berselisih. Sedangkan secara istilah ialah hadits yang diterima namun pada zhahirnya kelihatan bertentangan dengan hadits maqbul lainnya dalam maknanya, akan tetapi memungkinkan untuk dikompromikan antara keduanya. Kedua buah hadits yang berlawanan ini kalau bisa dikompromikan, diamalkan kedua-kaduanya.
3) Hadits Rajih
Yaitu sebuah hadits yang terkuat diantara dua buah hadits yang berlawanan maksudnya.
4) Hadits Nasikh
Yakni hadits yang datang lebih akhir, yang menghapuskan ketentuan hukum yang terkandung dalam hadits yang datang mandahuluinya.
Contoh dari hadits Maqbul ma’mulul bih banyak sekali. Secara garis besar pembagiannya ialah hadits yang tidak ada perlawanannya dengan hadits lain dan hadits yang terjadi perlawanan dengan hadits lain. Sebagai contoh akan dikemukakan tentang hadits yang tidak memiliki perlawanan dengan hadits lain (Hadits Muhkam) berikut ini.
“janganlah kamu larang isterimu untuk pergi kemesji (untuk bersembahyang), tetapi sembahyang dirumah lebih baik bagi mereka” (H.R Abu Daud dari Ibnu Umar).[20]
Contoh Hadits yang memiliki perlawanan dari hadits lain tetapi salah satu dari hadits tersebut telah menghapus ketentuan hukum yang terkandung dari hadits yang turun sesudahnya (hadits nasikh). Yakni sebagai berikut :
Barra berkata : “ sesungguhnya nabi saw. Pernah sembahyang menghadap baitul maqdis selama enam belas bulan”. (Riwayat Bukhari)
Hukum menghadap kiblat ke baitul maqdis itu telah dinasikhkah oleh Allah pada firmanNya
1. Hadits Maqbul Ghairu Ma’mul bih
A. Hadits Mutasyabih
Yakni hadits yang sukar dipahami maksudnya lantaran tidak dapat diketahui takwilnya. Ketentuan hadits mutasyabih ini ialah harus diimankan adanya, tetapi tidak boleh diamalkan.
B. Hadits Mutawaqqaf fihi
Yakni dua buah hadits maqbul yang saling berlawanan yang tidak dapat di kompromikan, ditarjihkan dan dinasakhkan. Kedua hadits ini hendaklah dibekukan sementara.
C. Hadits Marjuh
Yakni sebuah hadits maqbul yang ditenggang oleh hadits Maqbul lain yang lebih kuat. Kalau yang ditenggang itu bukan hadits maqbul, bukan disebut hadits marjuh.
D. Hadits Mansukh
Secara bahasa mansukh artinya yang dihapus, Yakni maqbul yang telah dihapuskan (nasakh) oleh hadits maqbul yang datang kemudian.
E. Hadits Maqbul
Maknanya berlawanan dengan alQur’an, Mutawatir, akal yang sehat dan ijma’ ulama.
Contoh dari hadits Maqbul ghairu ma’mul bih ini salah satunya ialah tentang hadits yang bertentangan dengan akal sehat yakni berikut ini :
”Konon termasuk yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Wahyu yang diturunkan di malam hari dan nabi melupakannya disiang hari” (HR. Ibnu Abi Hatim dari Riwayat Ibnu Abbas r.a)[22]
Hadits tersebut secara akal sehat, sebab menerima anggapan bahwa nabi pernah lupa sedangkan menurut akal sehat dan keputusan ijma’ nabi ialah terpelihara dari dosa dan kelupaan ( ma’shum ) dalam menyampaikan syariat
KESIMPULAN
1) Ditinjau dari segi kuantitas, hadist terbagi menjadi 3 kelompok, yakni: mutawatir, masyhur, dan ahad.
2) Adapun apabila ditinjau dari segi kualitas, maka hadist terbagi 2, yakni maqbul dan mardud.
3) Hadist maqbul (hadist yang dapat diterima sebagai dalil) terbagi menjadi 2 yaitu hadist shahih dan hasan
4) Sedangkan yang termasuk kedalam hadist mardud salah satunya ialah hadist dhoif.
5) Hadist shahih terbagi kepada shahih lidzatihi dan shahih lighairih
6) Hadist dhoif hanya boleh dijadikan hujjah (dalil) untuk keutamaan amal.
DAFTAR PUSTAKA
1) H. Mahmud Aziz dan Mahmud Yunus. Ilmu Mustholah Hadis. Jakarta:PT Hadikarya Agung. 1984. h. 96
2) Drs. Fatchurrahman.. Ikhtishar Mushthalahu’l hadits. Bandung: PT Alma’arif, 1974. h. 150
4) http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/#_ftn6
[1]. Ilmu hadits-DRS.Munzier Supatra, M.A. & DRS.Utang Ranuwijaya M.A. hal : 81-86.
[2] http://www.kosmaext2010.com/makalah-ulumul-hadits-khabar-mutawatir-dan-khabar-ahad.php#more-660
[3]. http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn1
[4] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn2
[5] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn3
[6] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn4
[7] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn5
[8] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn6
[9] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn7
[10] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn8
[11] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn9
[12] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn10
[13] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn11
[14] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn12
[15] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn13
[16] http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=475555609651346664#_ftn14
[17] http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/#_ftn1
[18] http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/#_ftn2
[19] http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/#_ftn3
[20] http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/#_ftn4
[21] http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/#_ftn5
[22] http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/#_ftn6
thank's artikelnya. mantap.
ReplyDeletebisnis tiket pesawat terpercaya www.kiostiket.com
makasih artikelnya sangat membantu
ReplyDelete