Thursday, January 5, 2012

ILMU RIJAL AL-HADITS


A.    DEFINISI ILMU RIJAL AL-HADITS

‘Ilmu rijal al-hadits ( (علم رجال الحديثialah:
                                            
علم رجال الحديث هو علم يعرف به رواة الحديث من حيث أنهم رواة للحديث   
Ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dalam kapasitasnya sebagai perawi hadits.
Maksudnya ialah ilmu yang membicarakan seluk beluk dan  sejarah kehidupan para perawi, baik dari generasi sahabat, tabi’in maupun tabi’it tabi’in.

Dari pengertian tersebut, dapat diambil pemahaman bahwa kedudukan ilmu ini sangat penting, mengingat obyek kajiannya pada “matan” dan “sanad”, sebab kemunculan ilmu rijal al-hadits bersama-sama dengan periwayatan hadits dan bahkan sudah mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad.[18] Oleh sebab itu mempelajari ilmu ini sangat penting, sebab nilai suatu hadits sangat dipengaruhi oleh karakter dan perilaku serta biografi perawi itu sendiri.[19]

            Adapun para perawi yang menjadi obyek kajian ilmu rijal al-hadits ini adalah:
a). Para sahabat, sebagai penerima pertama dan sebagai kelompok yang dikenal dengan sebutan thabaqat awwal ( generasi pertama) atau dikenal sebagai sanad terakhir lantaran sebagai penerima langsung dari sumber asalnya, yaitu Nabi Saw.[20]
b).  Para tabi’in, dikenal sebagai thabaqat tsani ( generasi kedua).[21]
c).  Para muhadhramin (المحضرمين), yaitu orang-orang yang mengalami hidup pada masa Jahiliyyah dan masa Nabi Saw. dalam kondisi islam, tetapi tidak sempat menemuinya dan mendengarkan hadits darinya.[22]
d). Para mawalliy, yaitu para perawi hadits dan ulama yang pada awalnya berstatus budak.[23]
Sedang kitab yang membahas persoalan sejarah para perawi hadits secara periodik dari generasi ke generasi (thabaqat) adalah:
a). Thabaqat al-kubra (  طبقات الكبرى), karyaMuhammad bin Sa’ad (w. 230 H).
b). Thabaqat al-ruwwat ( طبقات الرواة ), karya Kalifah bin ‘Ashfariy (240 H).

Dalam perkembangan selanjutnya, muncullah dari kedua kitab tersebut pembahasan lanjutan yang memang sudah terbahas di dalamnya, yaitu ilmu jarh wal al-ta’dil dan ilmu tarikh ar-ruwwat, sebagaimana kitab-kitab yang orientasi pembahasannya pada disiplin ilmu rijal-hadits sebagai berikut ini:

a)                  "رجال صحيح مسلم" karya Ibnu Manjawaih ( 428 H. )
b)                   "رجال الموطئ"karya Iman al-Suyuthiy ( 911 H. )
c)                      السنن الأربعة "رجال"karya Ahmad bin Muhammad al-Kurdi (763 H.)
d)                  "رجال صحيح البخاري"karya Muhammad bin Dawud al-Kurdiy (925H.)

Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya. Di dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mahzhab yang dipegang oleh para perawi dan keadaaan-keadaaan para perawi itu dalam menerima hadits.



















KESIMPULAN

 Sanad secara etimologi berarti sandaran atau tempat bersandar atau tempat berpegang. Adapun secara terminologi ialah silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama.
Matan secara etimologi berarti berarti tanah yang tinggi. Adapun  secara terminologi ialah lafal-lafal hadits yang mengandung makna-makna tertentu. Dapat disimpulkan bahwa matan adalah isi hadits.
Rawi secara etimologi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadits ( naqil al-hadits). Adapun secara terminologi ialah orang yang meriwayatkan hadis , baik dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya.
Adapun syarat-syarat rijalul hadits yaitu:
 1). islam, 2). baligh, 3). ‘adil, 4). dhabith

‘Ilmu rijal al-hadits ialah:

علم رجال الحديث هو علم يعرف به رواة الحديث من حيث أنهم رواة للحديث   
Ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dalam kapasitasnya sebagai perawi hadits”.



[18]  Ajjaj, Ushul al-Hadis, Ulumuhu wa Mushtalahuhu,hal : 253 atau Thohhan, Taisir Mushtalah al-Hadis, hal : 22
[19] Thahhan, Ibid, hal: 173
[20] Untuk mengetahui sahabat, dapat dilihat dari adanya: 1). Adanya khabar Mutawattir, seperti penetapan sebagai khulafa’urrasyidin dan sebagainya. 2) Adanya khabar masyhur dan mustafid yang kapasitasnya belum mencapai mutawattir, seperti kesahabatan Damman bin Tsa’labah dan ‘Ukasyah. 3). Pemberitahuan sahabat lain, seperti kesahabatan Hamamah bin Hamamah al-Dausiy. 4).Keterangan dari tabi’in yang terpercaya. 6). Pengakuan sendiri selama tidak lebih dari 100 tahun dari meninggalnya Nabi Saw. Lihat al- Nawawiy, Taqrib Li al-Nawawiy Fann Ushul al-Hadits, (Kaero, Mathba’ah al-Syirkah Abdurrahman Muhammad, tth.), hal : 24 atau Thahhan, Taisir Musthalahul Hadist, hal :72
[21] Adapun untuk menentukan generasi tabi’in yang paling utama, para ahli berbeda pendapat, di antaranya ada yang mengatakan “Uwais bin ‘Amir al-Qarniy. Ini berdasarkan hadits Ibnu Umar yang ditakhrij Imam Muslim, yaitu 
سمعت رسول الله صلعم يقول : إن خير التابعين رجل يقال له أويس/ Nabi bersabda sebaik- baik tabi’in  ialah seorang laki-laki yang bernama Uwais). Lihat Muslim, Shahih Muslim, juz II, hal: 216 dan ada yang berpendapat Sa’ad bin Musyayyab ( pendapat Ahmad ibnu Hambal), sedang yang dari kelompok wanita adalah Hafshah binti Sirin dan Ummu Darda’ al- Sughra, al- Suyuthy, Tadrib al-Rawiy Syarkh Taqrib al-Nawawy, hal: 501).
[22] Dalam menanggapi kelompok ini, Ibnu Hajar berpendapat bahwa mereka tersebut termasuk kelompok tabi’in generasi pertama atau tabi’in besar, seperti Amru bin Maimun, Aswad bin Yazid al-Nakha’i, Su’aid bin Ghaflah, Suraij bin Hani’i, bahkan Imam Muslim mencatatnya berjumlah 24 orang, bahkan ada yang menghitung lebih dari itu (lihat at-Tirmasyi, Manhaj Dzawi al-Nazdar, hal : 230)  atau al-Nawawy, Taqrib Li al-Nawawiy Fann Ushul al-Hadits, hal: 35.
[23] al-Suyuthi, Tadrib al-Rawiy Syarkh Taqrib Li al-Nawawiy Fann Ushul al-Hadits,, hal: 302

No comments:

Post a Comment